Aveline Agrippina lahir di tengah hiruk pikuk kota Jakarta menjelang akhir bulan April. Seorang tukang tulis, bukan penulis. Seorang penyeruput kopi, bukan penyeduh. Seorang penjelajah alam, bukan petualang. Berkantor di depan layar komputer, di hadapan kertas, di tumpukan buku, sampai di atas tempat tidur.
Aktif sebagai blogger sejak 2005 setelah tersesat di sebuah jaringan maya yang bernama Friendster. Lalu menyebarkan dirinya melalui berbagai macam situs. Senang melancong dan berkelana ke mana pun dia akan menjejakkan kakinya di kota manapun, laut yang akan dia seberangi, ataupun gunung apa pun yang akan dia daki.
Masih berpikir ke mana akan dia bawa naskah-naskah kumpulan puisinya yang telah menumpuk di atas mejanya. Sesekali memberanikan diri mengirimkan naskahnya dengan modal nekat tanpa tekad karena tanpa pengalamannya.
Tukang begadang di tengah malam sambil mendengarkan lagu instrumental ataupun jazz. Menurutnya, jazz adalah sebuah kebangkitan dari hidup. Bukan pop, rock, ataupun heavy metal. Masih juga tergila-gila dengan buku yang beraroma sastra, bermain sebagai orang di belakang lensa, pengedit naskah, dan sebagai pelancong ke negeri antaberanta.
Berobsesi ke Papua, mendaki Cartenz Pyramid. Dan, kalau Tuhan mengizinkan, dia ingin mati setelah mengibarkan bendera Indonesia untuk kesekian kalinya di sana. Mungkin saja itu pencapaiannya yang paling membahagiakan sebelum ajal.