Juara Favorit Lomba Tulis Nasional 2015: Using Creative Industries as Indonesian Economic Power to Face ASEAN Economic Community 2015
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai pada akhir tahun 2015 telah diprediksi akan menimbulkan berbagai pro dan kontra, khususnya dari negara-negara yang belum memiliki kesiapan dalam menghadapi proses integrasi tersebut. Indonesia, sebagai salah satu peserta Komunitas ASEAN, pun masih meragukan kesiapan dirinya dalam menghadapi MEA 2015 tersebut. Bukan perkara mudah untuk berintegrasi yang dimulai dalam bidang ekonomi meskipun dalam satu dekade terakhir Indonesia mampu keluar dari krisis moneter 1998 dan mendorong pemulihan perekonomiannya. Hal tersebut tidak terlepas dari keberadaan MEA yang dapat diibaratkan sebagai dua mata uang bagi Indonesia. MEA bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk mempromosikan kualitas dan kuantitas produk dan jasa dalam skala yang lebih luas, tetapi bisa menjadi batu sandungan selama Indonesia tidak memanfaatkan kesempatan ini dengan bijaksana.
Peranan tenaga kerja Indonesia yang masih rendah dalam kualitas, daya saing Indonesia yang belum terpacu, dan perkembangan riset dan teknologi di Indonesia yang semakin menurun dapat menjadi kendala besar dalam pengembangan industri kreatif Indonesia dalam menyongsong MEA. Selain itu, ada perkara yang acap kali terlupakan bahwa dalam proses integrasi, khususnya integrasi perekonomian, bahwa setiap negara memiliki hak untuk mengembangkan inovasi-inovasinya dan mematenkannya sebagai hak milik. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) akan menjadi bagian yang tidak dapat dilupakan dalam perjuangan industri kreatif Indonesia dalam menghadapi MEA 2015.
Presiden Joko “Jokowi” Widodo –dalam pertemuannya dengan para kepala negara dalam Pertemuan Tingkat Tinggi ASEAN di Myanmar– telah menyatakan bahwa Indonesia di bawah pemerintahannya telah membuka ladang bisnis kepada pihak asing selama tidak mengganggu kepentingan nasional Indonesia.[1] Langkah ini diambil oleh Presiden Jokowi untuk menyikapi Indonesia dalam MEA 2015. Ini pula yang harus menjadi fokus bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang bergerak dalam bidang industri kreatif, perlu menyadari pentingnya HKI dalam persaingan ekonomi secara regional dan internasional. HKI dalam bidang industri kreatif tidak hanya terbatas pada produk, tetapi juga jasa yang memungkinkan Indonesia membentangkan pengembangan ekonominya secara menyeluruh. Melalui HKI, Indonesia tetap dapat meningkatkan daya saingnya dalam pengembangan produk yang lebih memadai pada MEA 2015. Permasalahan HKI di Indonesia bukanlah perkara baru, justru telah menjadi isu yang penting sejak tercetusnya Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area) dan persetujuan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) pada tahun 2000 yang diinsafi oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan di masa tersebut, Luhut Panjaitan.[2] Bagaimanapun juga, peran HKI dalam pengembangan industri kreatif akan menjadi kekuatan yang penting dan dominan bagi Indonesia dan seluruh negara di Asia Tenggara dalam membentuk stabilitas di kawasan domestik dan regional dalam MEA 2015.
HKI: Materi yang (tidak dapat) diabaikan dalam MEA 2015
Bukan perkara yang mudah bagi Pemerintah Indonesia dalam menghadapi MEA 2015. Banyak pekerjaan yang harus dibereskan, khususnya perekonomian Indonesia yang naik-turun, pendapatan per kapita yang masih rendah, kualitas dan kuantitas produk dan jasa Indonesia yang masih di bawah standar, dan sebagainya. Selain itu, kesadaran masyarakat Indonesia secara umum akan kehadiran MEA 2015 belum ada, sementara MEA tinggal menghitung mundur. Awal dan medio 2015 akan menjadi babak-babak yang menentukan bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri bersaing dalam tingkat yang lebih tinggi, tingkat regional di Asia Tenggara. Mau-tidak mau, Indonesia harus mengejar ketertinggalan dengan negara Asia Tenggara lainnya yang sudah memulai persiapan yang matang untuk MEA 2015.
Dalam mendorong industri kreatif di Indonesia, peranan HKI menjadi begitu penting karena pengembangan kekayaan intelektual wajib untuk dilindungi. Apalagi salah satu pendekatan strategi yang akan dijalankan dalam MEA 2015 adalah Intellectual Property Rights Action Plan.[3] Dalam rencana aksi tersebut, seluruh negara di Asia Tenggara diharapkan mempromosikan kerjasama regional dalam pengetahuan, sumber daya genetik, dan kekhasan budaya tradisional.[4] Selain itu, proses integrasi yang akan berlangsung menyebabkan bagaimana negara-negara di Asia Tenggara untuk lebih terbuka dalam bidang ekonomi, tanpa terkecuali adalah masuknya produk-produk dan jasa dari sesama negara Asia Tenggara yang akan bersaing dalam pasar lokal dengan produk dan jasa domestik. Dalam hal ini, HKI menjadi sebuah prioritas yang dapat menjamin bagaimana sebuah produk atau jasa dapat bersaing di pasar domestik dan pasar regional. HKI menjadi media untuk memproteksi pengembangan-pengembangan yang dibuat oleh para pelaku industri kreatif, khususnya di Indonesia. Untuk itu, HKI memegang peranan yang penting dalam menjalankan MEA 2015 dan ini tidak boleh diabaikan oleh para pemegang kepentingan, khususnya pemerintah dan pelaku industri kreatif di Indonesia.
HKI menjadi fondasi dalam industri kreatif
Tugas pemerintah dan masyarakat terdidik di masa kini adalah bagaimana memberikan pengertian mendalam kepada pelaku industri kreatif, khususnya usaha kecil dan menengah (UMKM), dalam meningkatkan persaingan pada masa MEA 2015. Belajar dari Malaysia yang telah mematenkan Proton sebagai mobil nasionalnya, Indonesia masih perlu menekankan apa yang akan menjadi produk atau jasa utama yang dapat ditawarkan olehnya dalam MEA 2015.[5] Malaysia telah mematenkan Proton dan akan mengembangkan industri otomotifnya dalam MEA 2015, sehingga ini akan membuka peluang Malaysia untuk memanfaatkan MEA sebagai pasar regional yang dapat mendorong perekonomian domestik dan kemajuan kualitas dan kuantitas produk otomotifnya. Dalam sepuluh tahun terakhir, Malaysia telah berusaha untuk mengembangkan Proton agar mampu bersaing dalam pasar otomotif di tingkat regional, khususnya di Asia Tenggara.[6] Ini pula yang menjadi bukti konkret bagaimana HKI yang dikembangkan dan dijaga oleh Malaysia agar menjadi bagian yang tidak dapat dinafikan begitu saja dalam perekonomian.
Pelaku industri di Indonesia memiliki kreativitas yang cukup tinggi. Ini dapat dilihat dari pertumbuhan UMKM yang semakin berkembang pesat sepanjang lima tahun terakhir. Bahkan, Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM, Abdul Kadir Damanik, menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 57,9 juta pelaku UMKM.[7] Ini merupakan angka yang besar untuk tingkat ASEAN. UMKM telah menjadi moda utama bagi Indonesia dalam meningkatkan pendapatan domestik. Perkembangan UMKM di Indonesia tidak hanya terbatas pada makanan, bahkan telah berkembang sampai dengan mebel dan garmen. Untuk itulah, semakin berkembangnya industri kreatif, semakin tinggi pula perlunya menjaga kekayaan intelektual dalam mematenkan hak cipta atau hak karyanya dalam pasar domestik dan pasar internasional. HKI menjadi tulang punggung dalam perkembangan industri kreatif karena jaminan karya dan cipta yang merupakan buah hasil pemikiran secara intelektual perlu untuk dilindungi dan dikembangkan lebih mendalam.
MEA: bukti ketegasan Indonesia dalam melindungi HKI industri kreatif
Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya akan semakin sulit untuk menghindari kenyataan bahwa MEA 2015 semakin dekat. Indonesia, sebagai salah satu negara yang dominan di kawasan ini, perlu juga untuk menunjukkan eksistensinya dalam MEA 2015. Namun, ini akan menjadi hal yang sia-sia dengan apa yang dilakukan oleh Indonesia selama ini jika Indonesia belum mampu untuk mempertahankan produk dan jasanya dalam lingkup lokal dan regional. Justru sebaliknya, MEA dapat menjadi awal dari tumbangnya perekonomian Indonesia karena Indonesia belum siap untuk menjalankan proses integrasi yang disebabkan oleh hal yang kecil: kesadaran masyarakat akan kehadiran MEA dan bagaimana industri kreatif di Indonesia kandas akibat tidak memiliki hak prerogatif yang lebih luas sebagai dampak dari tidak terlindunginya HKI para pelaku industri kreatif.
Akan menjadi hal yang sia-sia jika Indonesia mampu mengembangkan berbagai produknya tetapi tidak mampu untuk menjaga hak kekayaan yang dihasilkan dari intelekualitas para anak bangsanya sendiri. Indonesia dapat terpuruk karena pengembangan tersebut dapat direbut dan dikembangkan lebih mendalam oleh negara lain. MEA seharusnya menjadi bukti bagaimana ketegasan Indonesia dalam melindungi HKI industri kreatif, industri yang memiliki potensi besar di masa kini dan mendatang. Cenderung rendahnya pendidikan para pelaku UMKM –para pelaku industri kreatif terbesar di Indonesia– akan menjadi rintangan bagi pemerintah dan masyarakat pada umumnya untuk memberikan edukasi tentang pentingnya HKI. HKI perlu dijamin oleh pemerintah, baik dalam proses hingga pada hasil, untuk menjaga produk dan jasa dalam negeri yang memiliki kesempatan untuk bertumbuh lebih jauh. HKI pula yang dapat membantu bagaimana pasar produk dan jasa Indonesia dapat bersaing di MEA dan Indonesia memiliki ciri khas tersendiri dalam pengembangan ekonominya di masa integrasi perekonomian yang akan semakin terbuka dan tanpa batas ini.
Kesimpulan
Tanpa adanya HKI, apa yang telah diperjuangkan oleh Indonesia sepanjang satu dekade terakhir ini tidak akan memberikan hasil yang optimal dalam menyongsong MEA 2015. Industri kreatif perlu didukung dengan HKI sebagai fondasi utama untuk mempertahankan kekayaan intelektual produk dan jasa. Lebih baik mempertahankan dan mengembangkan apa yang sudah ada dengan memberikan proteksi melalui HKI dibandingkan membangun usaha lain yang akan lebih menghabiskan waktu, sementara MEA tinggal menghitung mundur.
Adalah hal yang tidak kalah penting dalam menyongsong MEA adalah Indonesia perlu meningkatkan pengetahuan para pelaku industri kreatif mengenai peran HKI dalam industri kreatif dan MEA sebagai pasar yang dapat membantu mereka untuk mendistribusikan hasilnya dengan biaya yang lebih kecil, khususnya bagi UMKM yang baru saja berkembang. HKI dan MEA akan menjadi rantai yang akan selalu menyatu dalam perekonomian Indonesia bagi perkembangan industri kreatif.
[1] The Jakarta Post, Joko Widodo delivers a blunt message to ASEAN, The China Post, 2014, <http://www.chinapost.com.tw/commentary/the-china-post/special-to-the-china-post/2014/11/14/421757/Joko-Widodo.htm>
[2] Hukum Online, Penegakan Hukum HaKI di Indonesia Belum Efektif, Hukum Online, 2000, <http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol255/penegakan-hukum-haki-di-indonesia-belum-efektif>
[3] Association of Southeast Asian Nations, Roadmap for an ASEAN Community, (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2013), hal. 58.
[4] Ibid, hal. 32-33.
[5] Aveline Agrippina Tando, The Preparation of Indonesia to Face Borderless System for Supporting AFTA and ASEAN Economic Community 2015, (Oxford: Proceedings of the 14th Indonesian Scholars International Convention, 2014), hal. 4.
[6] Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri, Buletin Komunitas ASEAN Edisi 4, (Jakarta: Departemen Jenderal Kerjasama ASEAN, 2014).
[7] Henny Rachma Sari, Jumlah UMKM Indonesia 57,9 juta, terbanyak disbanding Negara lain, Merdeka Online, 2014, <http://www.merdeka.com/uang/jumlah-umkm-indonesia-579-juta-terbanyak-dibanding-negara-lain.html>
Salah satu kemitraan yang paling penting dan dinamis untuk Abad 21 akan hubungan antara Indonesia dan Australia. Kelompok ASEAN dari negara telah memiliki hubungan dekat dengan Australia selama beberapa dekade dan sementara ada beberapa masalah yang terjadi dari waktu ke waktu, secara keseluruhan dinamika telah menguntungkan.
Indonesia dapat menjadi anggota yang efektif dari kelompok ini dan dengan kemitraan yang efektif antara negara-negara regional, menjadi pemain global dalam tata kelola ekonomi dan politik. Indonesia memiliki masa depan yang cerah dan sejahtera depan itu yang akan membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan efektif yang mencakup prinsip-prinsip demokrasi dan transparansi.
Hi Cameron!
It was a surprise that you wrote in my blog! You can write Bahasa Indonesia well. It’s awesome!
Yes, Indonesia and Australia partnership is one of the main relations in Asia Pacific. Indonesia could not ignore that Australia is a good ‘neighbor’ and vice versa. In the future, the challenge of this partnership will be harder as long as we *Indonesia and Australia* have a ‘stubborn’ head of states as the foreign decision makers.
Thanks a lot, Cam!
Regards,
A